BANJARBARU – Peneliti dari Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia (Balitbangkumham) didampingi tim peneliti dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Kalsel melakukan pengambilan data lapangan melalui pengisian kuisioner kepada para warga binaan pemasyarakatan (WBP) kasus narkoba sebagai koresponden di Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Banjarbaru dan Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Martapura, Rabu (15/05/19).
Penelitian dilakukan sebagai upaya dalam mendukung penegakan hukum pidana khususnya dalam kejahatan narkotika. Penelitian karakteristik narapidana kasus narkotika memiliki tujuan untuk memetakan narapidana narkotika di seluruh Indonesia dan mencari keterkaitan faktor kriminogen dengan peningkatan jumlah narapidana narkotika.
Sebelumnya pada Rabu (14/05/19), peneliti Balitbangkumham, Tri Sapto Wahyudin Nugroho dan Kepala Bidang HAM Kalsel, Rosita Amperawati serta Kepala Sub Bidang Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Hukum dan HAM, Lusia Lali Wunga selaku Tim Peneliti Kanwil Kemenkumham Kalsel melakukan pengambilan data lapangan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Banjarmasin.
“Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling probabilitas dengan metode multi stage random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode penyebaran kuesioner sesuai dengan jumlah responden yang telah ditentukan. Responden merupakan narapidana kasus narkotika.”ungkap Peneliti Balitbangkumham Tri Sapto Wahyudin Nugroho.
Sementara itu, Kepala Bidang HAM, Rosita Amperawati menyampaikan, tim akan mengambil data lapangan selama empat hari dari tanggal 14-17 Mei 2019 pada Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan Pelaksanaan Penelitian Karakteristik Narapidana Narkotika mencakup responden yang terdiri dari para pengguna, pengedar, dan bandar yang ada di Rumah Tahanan (Rutan) atau Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang tersebar di 33 Kantor Wilayah Se-Indonesia termasuk UPT di Kalsel.
Penyalahgunaan narkotika di Indonesia telah diklasifikasikan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Pemerintah sudah lama memprioritaskan pemberantasan penyalahgunaan narkotika. Usaha pemberantasan telah ditingkatkan seperti memperketat pengamanan di daerah perbatasan, titik transit transportasi seperti bandara dan pelabuhan, dan reformasi internal aparat penegak hukum. Meskipun demikian, data menunjukkan bahwa jumlah narapidana kasus narkotika sangat besar.
Pada akhir tahun 2018 jumlah narapidana kasus narkotika mencapai 115.289 (95% dari total narapidana khusus yang ada di Indonesia). Angka ini jauh lebih tinggi dari jumlah narapidana kasus korupsi (5.110), illegal logging (890), terorisme (441), maupun pencucian uang (165).tm