Ki-ka: Ni Ketut Sukartiwi, Donna Savitry, Mendy H Oley dan Dewinta Hutagaol saat media briefing di Hotel Aryaduta Manado, Sulawesi Utara, Sabtu (12/5/2018).
MANADO – Lebih dari 200 orang dokter dan para perawat di Manado, Sulawesi Utara mengikuti seminar sekaligus workshop terkait peningkatan pengetahuan dan kemampuan dalam penanganan luka bakar yang digelar Combiphar bekerjasama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Plastik Indonesia (PERAPI), di Hotel Aryaduta Manado, Sulawesi Utara, Sabtu (12/5/2018).
“Kami sangat bersyukur kegiatan ini dapat dilaksanakan dengan baik. Ini adalah wujud nyata kami dalam championing a healthy tomorrow dengan memberikan edukasi, dan memperluas jangkauan informasi terutama bagi para tenaga medis sebagai garda terdepan healthcare professional, dalam memberikan penanganan yang tepat terhadap pasien darurat luka bakar,”kata Head of Corporate Communications and Community Development PT Combiphar, Dewinta Hutagaol.
Dia mengatakan seminar ini membahas bagaimana penanganan dan pengobatan yang tepat terhadap pasien yang mengalami luka bakar.
Menurut Hutagaol, kegiatan ini merupakan inisiatif kedua belah pihak untuk mengedukasi frontliner praktisi pelayanan kesehatan melalui materi dan informasi yang tepat, khususnya dalam menangani pasien-pasien luka bakar baik ringan maupun berat. Sebelumnya acara serupa sudah dilaksanakan di Kupang pada tanggal 28 Aprii 2018 dengan total peserta 86 orang.
Dia menambahkan kebutuhan dokter yang memiliki keahlian dalam penanganan luka bakar sangat diperlukan. Pengetahuan mengenai cara perawatan Iuka bakar yang tepat dan benar pun menjadi sangat penting dalam membantu penyembuhan luka yang optimal dan meningkatkan kualitas hidup pasien selanjutnya. Oleh karena itu, tidak hanya tenaga medis professional yang dperlukan, namun keberadaan produk farmasi yang handal juga memainkan peranan penting.
Senior GM Marketing Women’s Health and Active Day Care Combiphar Ni Ketut Sukartiwi menjelaskan bahwa kasus luka bakar banyak terjadi pada anak di bawah usia lima tahun dan rara-rata terjadi di rumah tangga.
Data Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan yang dirilis pada 2013 mencatat, luka bakar menempati urutan keenam penyebab cedera tidak disengaja (unintentional injury) setelah jatuh, sepeda motor, benda tajam/tumpur, transportasi darat lain, dan kejatuhan dengan tingkat prevalensi 0,7 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, luka bakar menyebabkan sekitar 195.000 jiwa meninggal di Indonesia setiap tahun.
Riset Kementerian Kesehatan tersebut juga menekankan anak-anak usia 1-4 tahun menjadi kelompok umur yang paling rentan terkena luka bakar dengan tingkat prevalensi sampai 1,5 persen. Fakta ini diperkuat dari data riset epidemiologi sejumlah dokter di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta pada tahun 2013-2015 dimana sebanyak 108 pasien (82,3 persen) luka bakar adalah kelompok anak-anak (pediatric group) yang berusia 1-4 tahun.
Sukartiwi menjelaskan, berangkat dari kondisi tersebut Combiphar melalui produk Mebo yang telah dipercaya oleh dokter di Indonesia sejak 2006 untuk penanganan luka bakar mempunyai misi untuk mengedukasi masyarakat khususnya para ibu, guna meningkatkan kesadaran dan pengetahuan mereka mengenai pertolongan pertama luka bakar di rumah.
“Lebih dari itu, kami ingin mendorong keluarga Indonesia untuk selalu sedia produk obat luka bakar satu diantaranya adalah Mebo sebagai P3K di rumah. Saat ini Mebo telah menjadi pilihan utama dokter untuk penanganan Iuka bakar di Rumah Sakit. Luka bakar dapat terjadi kapan saja, dimana saja, dan kepada siapa saja. Bukan hanya akibat api, luka bakar juga sering ditimbulkan dari minyak panas, air panaes, maupun benda panas lain yang berbahaya,” kata Sukartiwi.
Sedangkan Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat PERAPI, dr Donna Savitry, SpBP-RE menyatakan sinergi berupa edukasi tentang Iuka bakar dan Iuka Iainnya untuk para dokter umum di Indonesia, antara PERAPI dengan Mebo dari Combiphar (yang memasarkan salep luka bakar Mebo) diharapkan dapat dilakukan secara berkelanjutan sehingga semakin banyak tenaga medis yang dapat mengaplikasikan ilmunya secara langsung dengan penanganan yang cepat dan tepat untuk luka bakar dan luka Iainnya dapat dilakukan dengan optimal.
“Kasus luka bakar menjadi wewenang dan kompetensi dokter bedah plastik. Namun hal ini belum sejalan dengan kondisi di lapangan dimana keberadaan dokter bedah plastik dan Iuka bakar terutama di daerah perifer (terpencil) Indonesia masih sangat minim. Umumnya di daerah perifer kasus luka bakar akan ditangani oleh dokter umum terlebih dahulu untuk kemudian dirujuk ke rumah sakit yang memiliki unit luka bakar atau kota yang memiliki dokter bedah plastik,”ujar dr Donna.
Senada dengan PERAPI, dr Mendy H Oley, SpBP-RE dari Fakultas Kedokteran Universitas Sam RatuIangi Manado mengatakan dengan makin banyaknya tenaga medis yang memahami penanganan terintegrasi terhadap luka termasuk luka bakar baik ringan hingga tingkat yang Iebih serius akan meminimalisir terjadinya risiko tinggi yakni cacat dan kematian.
“Karenanya, hal ini perlu didukung dengan pemilihan produk perawatan luka yang tepat, dimana yang terpenting adalah terciptanya kondisi moist (lembab) pada area luka untuk menunjang penyembuhan luka yang lebih baik,”kata dr Mendy.tm