KALSEL- Cinta memang tak mengenal batas negara. Inilah yang tengah bergelora di hati seorang Zhang Yong pria kelahiran Shaanxi China tahun 1987 yang berstatus Tenaga Kerja Asing (TKA) di PT. Palmina Utama di Kabupaten Banjar.
Kadung cinta yang membara itu dia wujudkan dengan menikahi tambatan hatinya Rahmawati (28) penduduk Desa Pendalaman-Kecamatan Barambai Kabupaten Barito Kuala dalam suatu ikatan pernikahan.
Zhang Yong yang telah menjadi mualaf itu mengganti namanya menjadi Muhammad Farza Ilham. Dia memiliki Izin Tinggal Terbatas (ITAS) yang dikeluarkan dari Kantor Imigrasi (Kanim) Banjarmasin pada tanggal 20 Juli 2017 dan berlaku sampai dengan 20 Juli 2018.
Akad nikah telah dilaksanakan pada hari Jumat, 4 Mei 2018 di KUA Kecamatan Barambai dan syukuran perkawinan rencananya akan dilaksanakan esok hari Minggu, 6 Mei 2018 di Barambai.
Menurut Kepala Kantor Imigrasi (Kakanim) Banjarmasin Syahrifullah, intansi keimigrasian tidak berkaitan langsung dengan prosedur pernikahan dimaksud karena itu urusan dari Kantor Urusan Agama (KUA) dan pemerintah daerah setempat.
“Bagi kami, yang harus diperhatikan adalah masa berlaku izin tinggal seorang WNA dimaksud dan setelah ia berubah status pasca pernikahan, maka ia wajib melaporkan diri status sipilnya kepada kantor imigrasi sebagaiman dimaksud di dalam Pasal 71 huruf (a) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan ancaman hukuman yang diatur dalam Pasal 116,”katanya.
Pasal itu berbunyi “Setiap orang asing yang tidak melakukan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Pelaksanaan ancaman hukuman pidana tersebut tentu saja diputuskan oleh Peradilan dan apabila itu terjadi, maka denda sebanyak itu akan otomatis menjadi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) instansi Kejaksaan sebagai wakil negara untuk melakukan Penuntutan dan sebagai pelaksana putusan pengadilan (Eksekutor); sehingga Kejaksaan inilah nantinya yang akan menyerahkan terpidana ke Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) setempat.
Sementara itu, Dodi Karnida sebagai Kepala Divisi Keimigrasian Kalimantan Selatan dalam komentarnya menyatakan bahwa fenomena perkawinan ini bukan merupakan hal baru. Sebab bagi Dodi karena jumlah orang asing itu sangat banyak tinggal di Indonesia baik sebagai tenaga kerja pada proyek-proyek, guru, mahasiswa, tenaga ahli keuangan, teknik dan lain-lain. Jadi sebenarnya tidak ada masalah dan tidak ada hambatan sama sekali. Yang penting yang harus diperhatikan adalah persayaratan administrasi yang telah ditentukan oleh negara karena kalau pernikahan tanpa surat-surat; suatu saat pasti ada masalah.
Kalau pasangan suami isteri tanpa dilengkapi dengan dokumen pernikahan, jangankan pasangan campuran; pasangan sesama WNI pun pasti ada masalah yaitu yang menyangkut dengan identitas anak, kepemilikan harta kekayaan dan status sipil dari masing-masing pihak.
“Coba bayangkan jika tidak ada surat nikah. Ketika anaknya lahir, maka akan mengalami kesulitan dalam mengurus surat lahir anak karena asal usul orang tuanya serta ikatan pernikahannya tidak didukung oleh dokumen yang resmi. Akibatnya anak tidak memiliki surat lahir, sulit untuk mendapatkan akses terhadap fasilitas kesehatan, pendidikan dan pasti setelah dewasa akan sulit untuk mendapatkan KTP apalagi untuk mendapatkan Paspor,”ujarnya.
Kata dia apabila secara administrasi persyaratan untuk melakukan pernikahan campuran dipenuhi dan penirkahannya dilaporkan kepada Imirgasi serta didaftarkan di bagian Konsuler Kedutaan Besar RRT di Jakarta, maka anak yang lahir nanti akan berstatus sebagai Berkewarganegaraan Ganda Terbatas. Ganda artinya ia memiliki kewarganegaraan RI dan RRT sedangkan terbatas artinya dibatasi hanya sampai usia 18 tahun sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.
Selama anak masih berumur 18 tahun atau kurang, maka ia boleh mendapatkan fasilitas untuk memiliki 2 paspor yaitu paspor RI dan RRT. Namun setelah waktu itu terlampaui, maka ia wajib menentukan pilihannya memilih salah satu kewarganegaraan karena UU Kewarganegaraan Indonesia tidak menganut prinsip dwi kewarganegaraan (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride).
Jika ia memilih menjadi WN RRT, maka ia akan memegang paspor RRT dan harus memohon kepada imigrasi untuk mendapatkan IzinTinggal Terbatas (ITAS) yang berlaku selama 1 tahun dan dapat diperpanjang setiap tahun, dengan sponsor ibunya yang berstatus WNI.
“Terhadap pernikahan campuran ini juga, kita mesti mewaspadainya siapa tahu ikatan pernikahan itu hanya modus saja. Dalam hal ini pengawasannya dapat dilakukan oleh imigrasi sendiri atau oleh Tim Pengawasan Orang Asing (Timpora) yang telah dibentuk baik di tingkat wilayah maupun tingkat kabupaten/kota,”jelasnya.
Tetapi lanjut Dodi tentu saja dalam pengawasannya nanti harus dilakukan secara hati-hati karena ikatan pernikahan itu merupakan ranah yang sangat private/pribadi.
Jika WNA itu misalnya memberikan keterangangan palsu dalam memenuhi dokumen persyaratan pernikaha, akan diserahkan kepada Kepolisian dan KUA untuk pembatalan ikatan pernikahannya, jika WNA itu misalnya memiliki misi khusus guna kelancaran penyelundupan barang’maka Timpora akan menyerahkan penyelidikan dan penyidikannya kepada instansi Bea Cukai. Jika melanggar Perda, diserahkan kepada PPNS Satpol PP dan jika melakukan tindak pidana umum maka diserahkan kepada Kepolisian sedangkan jika akan dideportasi maka instansi Imigrasilah yang berwenang untuk melaksanakannya.tm