Media Gathering KPU Sulut menghadirkan narsum Dosen Kepemiluan Ferry Liando, Kadiv SDM Bawaslu Sulut Erwin Sumampouw, dan Victory Rotty dimoderatori Raymond Mamahit, di Best Western Lagoon Hotel, Selasa,(19/12/2023). (Foto: ist)
MANADO, tayangmanado.com– Pemilu 2024 kemungkinan besar akan sulit terhindar dari dinamika hoaks atau penyebaran berita bohong.
Hal ini disampaikan Dosen Kepemiluan FISIP Unsrat Ferry Daud Liando saat menjadi narasumber dalam kegiatan media gathering yang dilaksanakan KPU Provinsi Sulut bersama jurnalis dengan topik “Media dan Pemilu 2024 Bebas Hoax” dilaksanakan di Lagoon Hotel, Selasa (19/12/2023).
Menurut Liando, salah satu sebab terjadinya hoaks adalah motivasi berkuasa yang keliru. Banyak anggapan bahwa jika terpilih pada pemilu maka akan menjadikannya lebih kaya, lebih terhormat dan akan leluasa berkuasa untuk kepentingan pribadi.
“Karena motivasinya keliru maka banyak calon berusaha menghalalkan segala cara agar terpilih. Salah satu cara yang kerap digunakan adalah hoaks atau penyebaran berita bohong,” kata Liando.
Dia memaparkan, jika penyebaran hoaks tidak dicegah maka ada tiga peristiwa besar yang kemungkinan akan terjadi. Pertama potensi akan terjadinya konflik. Baik konflik antar peserta, konflik antar pendukung maupun konflik sosial di masyarakat.
“Konflik bisa terjadi karena proses politik adu domba atau propaganda akibat hoaks,” papar Liando.
Kedua, jika tidak dicegah maka berpotensi adanya delegitimasi hasil pemilu. Hal ini akan berbahaya, karena bisa saja pendukung atau tim pemenangan dari calon yang kalah akan membuat perhitungan atas kekalahannya itu.
“Jikapun hasil pemilu akhirnya dapat diterima, namun dukungan atas pemerintahan yang berkuasa sangat lemah akibat keyakinan masyarakat yang keliru karena penyebaran berita hoaks,” tutur Liando.
Ketiga, jika hoaks tidak dicegah bisa jadi akan mempengaruhi opini publik atas calon-calon tertentu. Calon yang baik akan dianggap buruk. Sebaliknya calon yang buruk akan dianggap baik dan terpilih.
“Pemilu yang seharunya bertujuan agar orang-orang baik akan terpilih namun hoaks akan mengubah terpilihnya calon-calon yang tidak baik,” tandas Liando.
Lanjutnya, terdapat lima penyebab mengapa penyebaran berita hoaks rawan terjadi saat pemilu. Pertama karena adanya kepentingan politik. Pemilu adalah kontestasi atau kompetisi. Sehingga semua peserta berusaha untuk menang.
“Banyak kandidat akan berusaha menghalalkan segala cara termasuk menyebarkan berita bohong. Kandidat yang dianggap memiliki banyak pendukung berpotensi menjadi sasaran informasi hoaks. Banyak calon yang akan menggunakan metode black campaign untuk meruntuhkan kekuatan pesaing,” jelasnya.
Kedua karena kepentingan keuntungan bisnis. Semakin banyak pihak yang merespon postingan berita bohong maka akan menguntungkan pemilih media sosial.
“Selama ini banyak pihak yang diuntungkan dengan berita-berita bohong sehingga berita-berita tersebut digandakan melalui penyebaran dalam berbagai aplikasi media sosial atau konten,” sebut Liando.
“Ketiga berita bohong menyebar karena ada media yang dimanfaatkan untuk penyebaraannya. Hampir 80 persen pemilih menggunakan informasi melalui media social,” tambah Liando.
Keempat karena ada pasar atau penerima manfaat baik utk pengetahuan sendiri atau bahan utk di sebar. Tidak mungkin hoaks akan berkembang jika tidak ada pihak yang membutuhkan.
“Karena pihak yang membutuhkan banyak, maka produksi hoaks terus berkembang setiap saat terutama pada tahapan pemilu,” katanya.
Kelima penyebaran hoaks adalah untuk kepentingan idiologi. Diduga akan ada kelompok-kelompok yang hendak menghancurkan Indonesia melalui pemilu. Indonesia menjadi salah satu negara yang bisa mengancam kekuatan negara lain.
“Sehingga banyak cara untuk melemahkan ataupun ada upaya untuk menghancurkannya. Mereka memanfaat pemilu untuk mewujudkan keinginan mereka mengadudomba masyarakat lewat hoaks,” ujar Liando.
Kata Liando, salah satu cara untuk mencegah adalah penegakan hukum.
“Jika para pelaku kejahatan penyebaran berita hoaks tidak ditindaki maka perbuatan ini akan terus berkembang,” katanya.
“Sebab hoaks kerap juga merugikan penyelenggara sendiri. Banyak pihak yang menyebarkan berita-berita bohong tentang penyelenggara. Pada pemilu 2019, salah satu objek yang beritakan adalah adanya kertas suara yang sudah tercoblos sebanyak 7 kontainer sebelum ke TPS. Pada pemilu 2019 terdapat 3.356 berita hoaks yang teridentifikasi,” sambung Liando. (feŕry)