MINUT – Kasus peredaran obat keras jenis Trihexyphenidyl di wilayah Matungkas, Dimembe, yang terjadi pada Januari 2022 lalu dibongkar Tim Opsnal Satresnarkoba Polres Minahasa Utara (Minut).
Keberhasilan pengungkapan kasus tersebut kemudian diulas melalui press conference dipimpin Kasatresnarkoba Polres Minut Iptu Joli Bansaga didampingi Kasi Humas Iptu Ennas Firdaus, Selasa (22/02) pagi, di Aula Satya Haprabu Mapolres setempat.
“Modus operandinya, para pelaku memesan lalu membeli obat keras jenis Trihexyphenidyl di Kota Manado, kemudian diedarkan atau dijual kembali di wilayah Minut,” ujarnya, di depan sejumlah awak media.
Terungkapnya kasus ini tak lepas dari informasi masyarakat terkait adanya peredaran Trihexyphenidyl di wilayah Matungkas.
BACA JUGA:
“Awalnya petugas mengamankan perempuan berinisial M saat berpesta miras di rumah temannya, pada Selasa (11/01) sekitar pukul 03.00 WITA. Petugas mendapati satu butir Trihexyphenidyl di dalam tas selempang M,” jelas Iptu Joli Bansaga.
Saat itu M mengaku, obat keras tersebut merupakan sisa dari 14 butir Trihexyphenidyl yang telah diedarkannya di wilayah Matungkas sehari sebelumnya.
“M mengaku mendapatkan obat keras tersebut dari lelaki A. Petugas lalu mengamankan A di rumahnya, di wilayah Airmadidi, sekitar 30 menit kemudian,” kata Iptu Joli Bansaga.
M dan A juga mengaku membeli Trihexyphenidyl dari lelaki I, di wilayah Kota Manado, melalui seorang lelaki L.
BACA JUGA:
Selanjutnya pada Selasa (11/01) sekitar pukul 11.00 WITA, petugas mengamankan L, di wilayah Airmadidi. Sekitar dua jam kemudian, petugas juga mengamankan I di rumahnya, di Manado.
“Dari tangan I, petugas mendapati 1631 butir obat keras jenis Trihexyphenidyl, yang sebagian telah dijual dan diedarkan oleh M,” terang Iptu Joli Bansaga.
Dari para pelaku tersebut, petugas mengamankan total sebanyak 1.650 butir obat keras jenis Trihexyphenidyl, serta empat buah handphone yang diduga digunakan untuk bertransaksi.
BACA JUGA:
Para pelaku dikenakan pasal 197 dan/ atau pasal 196 UU RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sub pasal 196 UU RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Jo pasal 55 ayat (1) ke-1e KUHP.
“Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 15 tahun dan/ atau denda paling banyak Rp1,5 miliar,” pungkas Iptu Joli Bansaga.