TALAUD – Abaka merupakan tanaman endemik yang tumbuh liar di Kabupaten Kepulauan Talaud, pulau terluar (Nusa Utara Indonesia) Provinsi Sulawesi Utara. Tanaman dengan nama latin Musa textilis termasuk dalam famili Musaceae atau jenis pisang-pisangan.
Serat dari pelepahnya sangat kuat. Karakter tersebut dapat dijadikan komoditas ekspor sebagai bahan baku pembuatan tali tambang kapal, karpet, maupun barang-barang souvenir seperti tas, sandal atau topi.
BACA JUGA:
Potensi serat Abaka ini menjadi perhatian pemerintah sebagai penghasil devisa di masa depan, sekaligus sebagai upaya untuk pemulihan ekonomi nasional dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Hal ini disampaikan Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian, Jan S Maringka, saat berkunjung ke Kabupaten Kepulauan Talaud di sela sela kegiatan Paskah Nasional yang diselenggarakan di Melonguane Kabupaten Talaud.
Maringka menekankan perlunya menggali permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat setempat. Dari permasalahan tersebut segera dicarikan solusinya antara lain kebutuhan tentang alat mesin penyerut.
BACA JUGA:
“Sehingga masyarakat Kabupaten Kepulauan Talaud dapat segera meningkat kesejahteraannya seiring dengan percepatan peningkatan ekspor dari komoditas pertaniannya,” katanya.
Hal ini juga dibenarkan oleh Donni Muksydayan Saragih, Kepala Balai Karantina Pertanian Manado, serat Abaka pada tahun 2019 sudah pernah diekspor ke Inggris, dan mulai masuk ke Pasar Jepang tahun 2020. Sebelumnya Abaka merupakan tanaman liar, namun saat ini mulai dibudidayakan oleh masyarakat.
“Apabila serat Abaka diproduksi dalam skala besar, tentunya akan menambah deretan komoditas potensial ekspor dari Kabupaten Kepulauan Talaud setelah kelapa, kopra, cengkih, dan pala,” ujarnya.