MANADO – Sulawesi Utara (Sulut) menjadi tuan rumah Festival Celebrate the Sea ke-13 yang berlangsung 31 Maret hingga 4 April 2018.
Beberapa tokoh aktivis lingkungan dari berbagai profesi seperti Sylvia Earle, Craig Leeson, Kristin Hoffman, Kevin Kumala, Alex Rose, Matthew Smith, Mathieu Meur, Michael Aw, Howard Shaw, Jayne Jonkins dan Sara Labwein serta sejumlah tokoh internasional lainnya perwakilan sedikitnya 100 negara hadir di Manado turut ambil bagian dalam kegiatan ini.
Kepada sejumlah wartawan, Michael Aw mengatakan Celebrate the Sea ini pertama kali dibuat pada 2002 di Singapura. Tujuannya untuk mendorong berbagai kekuatan seperti ilmu pengetahuan, seni dan budaya untuk sama-sama melakukan perubahan dan bisa merubah perilaku pada setiap orang.
Lewat budaya dan seni bisa menggugah orang agar ada perubahan dalam perilaku. Jadi tak hanya hasil penelitian atau akademis.
“Banyak yang kita ketahui bahwa laut itu menutupi 75% dari planet ini. Setiap napas yang kita ambil ini, udara berasal dari laut. Laut yang membantu mengontrol temperatur, suhu, cuaca yang ada di bumi ini,”ujarnya.
Dia berharap agar kegiatan ini dapat menggugah orang agar mengetahui tentang laut sehingga turut peduli.
Dr Sylvia Earle mengatakan, di mana-mana orang hidupnya sangat bergantung kepada laut. Dia akan menyampaikan kepada dunia betapa uniknya Sulut.
September ini akan ada kegiatan konferensi di Bali yang juga akan membahas laut dan hubungannya dengan manusia.
“Ini luar biasa sehingga bisa mendengarkan pendapat soal laut dari Indonesia sehingga bisa menyampaikannya ke dunia,”ujarnya.
Dia ingin mendengarkan suara masyarakat yang peduli kepada laut sehingga bisa disampaikan kepada para pemimpin dunia.
Seperti misi perlindungan hiu serta pelarangan aneka produk dari hiu. Selain itu, kampanye tidak menggunakan produk plastik begitu juga populasi ikan tuna yang terus berkurang, ini harus menjadi perhatian bersama.
“Plastik yang sejak dulu kita kenal sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari kita ternyata memiliki dampak yang sangat buruk,”katanya prihatin.
Hal yang sama juga dikemukakan Kristin Hoffman selaku musisi dan pembawa lagu ‘Song for the Ocean’ yang juga dibawakan bersama Unima Choir.
“Lewat lagu kami juga ingin memberikan kesadaran kepada masyarakat terhadapat keselamatan laut,”katanya.
Musisi juga punya kepedulian. Musik bisa menyentuh hati dalam penyelamatan laut sehingga yang mendengarkan juga tergugah.
Festival ini merupakan yang paling berpengaruh di Asia Pasifik. Misi Festival Celebrate the Sea ke-13 adalah untuk menginspirasi kepada setiap orang terkait pelarangan terhadap penggunaan produk plastik sekali pakai dan produk sirip hiu di Manado.
“Dengan menghadiri festival ini, partisipan secara aktif menjadi bagian dari solusi, berkontribusi dalam menjaga lingkungan hidup maritim kita,”tukasnya.
Dalam festival ini juga ditayangkan dokumenter berjudul ‘A Plastic Ocean’ (Lautan Plastik) karya Craig Lesson seorang penulis, sutradara sekaligus produsernya yang menyatakan turut prihatin terhadap kerusakan laut akibat sampah plastik.
Dia menyatakan keprihatinannya teradap kerusakan laut yang cukup parah. Lima negara yang paling besar menyumbangkan kerusakan laut terutama di Asia, Indonesia menduduki urutan kedua terburuk di dunia.
“Karenanya kita harus peduli dan kembali menciptakan alam agar kembali baik. Kepedulian itu harus diciptakan sehingga bisa terjadi perubahan,”pintanya.
Kepala Dinas Pariwisata Daerah Provinsi Sulut Daniel A. Mewengkang menambahkan tahun 2010 lalu kegiatan ini pernah juga dibuat di Manado dan tahun ini Manado kembali menjadi tuan rumah. Sebelumnya pernah dibuka di Brunei, Filipina, Malaysia, dan kini Manado. Ini bukan hanya sekadar untuk festival dan selebrasinya saja tapi ada misi yang ingin dapatkan untuk menyelematkan laut.
“Untuk penghentian stop penggunaan plastik sekali pakai. Melalui acara ini diharapkan ada dampak yang cukup besar terutama kesadaran dan kepedulian terhadap laut Sulut,”ujarnya.tm