Siti Baroroh Baried: (Foto: rakyatpriangan.com)
Penulis 1: Dwi Yulianingsih Putri Hanardi, Penulis 2: Fitri Arofiati, S.Kep., Ns., MAN., Ph.D, (Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta)
Siti Baroroh Baried adalah sosok perempuan muslimah dengan intelektualitas tinggi yang dibesarkan dilingkungan Muhammadiyah. Beliau merupakan putri bungsu dari H.Tamim bin Dja’far dan Siti Asmah binti Haji Muhammad. Ayah beliau merupakan kemenakan dari Nyai Ahmad Dahlan istri Kyai Ahmad Dahlan pendiri organisasi Muhammadiyah. Siti Baroroh Baried lahir di kampung kauman, Yogyakarta pada tanggal 23 Mei 1923 dan wafat pada tanggal 9 Mei 1999 (Febriyani, 2021).
Kyai Ahmad Dahlan sebagai pelopor organisasi Muhammadiyah mendapat usulan agar Muhammadiyah membentuk organisasi yang secara khusus bertujuan untuk memajukan kaum perempuan. Kemudian pada tanggal 19 Mei 1917 oleh Kyai Ahmad Dahlan didirikan organisasi yang diberi nama Aisyiyah. Nama ‘Aisyiyah’ diambil dari nama isteri Nabi SAW dan disepakati sebagai organisasi pembentukan Muhammadiyah bagian perempuan. Aisyiyah adalah organisasi perempuan persyarikatan Muhammadiyah, merupakan gerakan Islam, dakwah amar makruf nahi munkar dan tajdid yang berasas Islam serta bersumber kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dimana dalam proses pembentukan organisasi Aisyiyah ini, Siti Bariyah dipercaya sebagai ketua pertama (Aulia, 2018).
Dalam perkembangan organisasi perempuan ‘Aisyiyah’ terdapat sosok perempuan cerdas bernama Siti Baroroh Baried. Siti Baroroh Baried terpilih sebagai Pimpinan Pusat Aisyiyah selama lima periode tepatnya mulai tahun 1965 hingga 1985 M. Siti Baroroh terpilih ketika diadakannya Muktamar Muhammadiyah yang ke-36 di Bandung tahun 1965. Ia terpilih selama lima periode dengan satu cara yakni ditunjuk dengan dukungan dari Pengurus Pusat Muhammadiyah dan semua anggota ‘Aisyiyah.
Selain sebagai Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, ia masuk pada jajaran Pengurus Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Adapun Keputusan Muktamar Muhammadiyah dan Muktamar ‘Aisyiyah ketika Siti Baroroh terpilih yaitu, Pada Muktamar ‘Aisyiyah ke-36 pada 19 hingga 24 Juli 1965 di Bandung, mengajukan beberapa usulan. Usulan tersebut antara lain Pimpinan Pusat Muhammadiyah supaya mengusahakan M.P.H Wanita dan dalam Muhammadiyah mengadakan kerjasama tingkat pusat supaya memperhatikan pelaksanaanya sampai kebawah (Febriyani, 2021).
Dalam hal ini menandakan bahwa islam telah menerapkan konsep kesetaraan yang hakiki, di mana kemuliaan seseorang atau baik buruknya seseorang tidak dinilai dari gender orang tersebut, melainkan ketakwaan yang berada dalam diri setiap pribadi manusia. Islam menjadikan perempuan makhluk yang istimewa serta memberikan peran penting dalam kehidupan manusia (Hawari dkk, 2021).
Aisyiyah pada masa kepemimpinan Siti Baroroh Baried mengalami kemajuan yang pesat dari sebelumnya. Dapat dikatakan pada masa kepemimpinan Siti Baroroh merupakan tombak awal dari sebuah pembaharuan atau penyegaran bagi suatu organisasi (Febriyani, 2021). Dalam hal ini Siti Baroroh Baried dapat dikatakan sukses dalam memimpin organisasi. Pemimpin yang sukses merupakan pemimpin yang mampu mengelola organisasi, baik itu di dunia pendidikan maupun di dunia kesehatan, perusahaan, sosial, politik, pemerintahan, dll.
Seorang pemimpin dapat mempengaruhi orang lain secara konstruktif, memotivasi orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama dan menunjukkan jalan serta perilaku benar yang harus dikerjakan bersama-sama (Khumaini dan Wiranata, 2019). Kesuksesan ini karena didasari sifat amanah dan cerdas yang dimiliki oleh Siti Baroroh Baried. Dalam pandangan Islam, kepemimpinan merupakan amanah dan tanggung jawab yang tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada anggota-anggota yang dipimpinnya, tetapi juga akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah Swt.
Jika pemimpin tidak mempunyai sifat amanah, tentu yang terjadi adalah penyalahgunaan jabatan dan wewenang untuk hal-hal yang tidak baik. Itulah mengapa Nabi Muhammad SAW juga mengingatkan agar menjaga amanah kepemimpinan, sebab hal itu akan dipertanggungjawabkan, baik didunia maupun diakhirat (Alhadar dan Rajak, 2019).
Jika diamati gaya kepemimpinan yang dimiliki oleh Siti Baroroh Baried ini adalah gaya kepemimpinan transformasional. Dimana pemimpin transformasional mengubah kesadaran para pengikut akan persoalan dengan membantu mereka memandang masalah lama dengan cara-cara baru, dan mereka mampu menggairahkan, membangkitkan dan mengilhami para pengikut untuk mencapai tujuan bersama (Nugroho, 2019). Gaya kepemimpinan ini juga yang dimiliki oleh Kyai Ahmad Dahlan sebagai pelopor organisasi Muhammadiyah dimana jiwa pemimpin tranformatik bersifat karismatik, motivator, dan memiliki kecerdasan intelektual serta berfikir visioner (Rasyid, 2018).
REFERENSI
Alhadar, F. M., & Rajak, A. (2019). Karakteristik Gaya Kepemimpinan Perempuan Dalam Oganisasi Islam (Studi Pada Universitas Muhammadiyah Maluku Utara Dan Institut Agama Islam Negeri Iain Ternate). Jurnal Manajemen Sinergi, 7(1).
Alhawari, S. R., Rahman, I. K., & Ramly, A. T. (2021). Keterampilan Kepemimpinan Perempuan Dalam Kajian Historis Islam. Diversity: Jurnal Ilmiah Pascasarjana, 1(3).
Aulia, R. (2018). Peran Perempuan dalam Organisasi Aisyiyah. Holistic al-Hadis, 4(2), 67-96.
Febriyani, H. N. (2021). Modernisasi dan Penguatan Perekonomian ‘Aisyiyah Pada Masa Kepemimpinan Siti Baroroh Baried 1965-1985 M. Journal of Islamic History, 1(1), 21-45.
Khumaini, F., & Wiranata, R. R. S. (2019). Kepemimpinan dalam pendidikan Islam. Al-fahim: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 1(2), 1-17.
Nugroho, R. E. (2019). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Stress Kerja Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Kontrak Proyek. MIX: Jurnal Ilmiah Manajemen, 9(2), 293228.
Rasyid, R. (2018). Kepemimpinan Transformatif KH Ahmad Dahlan di Muhammadiyah. Humanika, Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum, 18(1), 50-58.